Jumat, 20 Februari 2009

Rudal Asing Kunci Sukhoi TNI




Tak Terdeteksi Radar Lantamal VI
TNI AU Duga Ada Kerusakan



MAKASSAR, TRIBUN - Kabar mengejutkan datang dari Makassar, Sulawesi Selatan. Dua pesawat tempur Sukhoi SU-30 milik TNI AU terancam akan ditembak oleh misil (peluru kendali). Dalam keadaan perang, pesawat yang dikunci seperti itu tidak bisa mengelak dari tembakan.

Kedua pesawat tempur itu, dikunci missile oleh pihak tak dikenal, ketika berlatih intersepsi udara di wilayah udara pesisir selatan Sulsel, Jumat (20/2), pukul 09.00 Wita. Saat itu kedua pesawat tempur tersebut baru terbang 1,5 jam.


Tiba-tiba alarm missile lock kedua pesawat berbunyi. Namun kedua pesawat canggih yang baru dibeli dari Rusia, itu tidak bisa mengenali siapa pihak yang telah mengunci mereka dengan tembakan missile. TNI AU langsung mengejar pesawat musuh yang belum jelas identitasnya itu, namun hasilnya nihil.


Komandan Lanud Sultan Hasanuddin, Marsekal Pertama Ida Bagus Putu Dunia menjelaskan, pada masing-masing pesawat yang sedang berlatih itu terdapat instruktur terbang dari Rusia yang sedang melatih dua penerbang tempur TNI AU. Kedua instruktur itu masing-masing Sergei yang mempiloti jet TS 003 bersama Letnan Dua Wanda dan jet TS 004 dipiloti Letnan Satu Rowan dan Letnan Satu Gusti.
Kedua instruktur asal Rusia itulah yang menyatakan alarm berbunyi karena pesawat di-lock missile.

“Saya menerima laporannya sekitar pukul 09.00 Wita,” kata Putu.


Menurutnya, pesawat itu melakukan terbang pada ketinggian sekitar 15.000-20.000 kaki atau sekitar 4.572 meter hingga 6.096 meter di atas permukaan laut. “Kami belum mengetahui siapa yang mengunci pesawat kami. Kami telah melakukan pencarian dengan mengirimkan pesawat Boeing yang telah terbang berkeliling dalam radius sekitar 370 km dari VOR MKS di Makassar. Tetapi pencarian itu tidak menemukan apa-apa. Pesawat Boeing sekarang dalam perjalanan ke Bali, dan melanjutkan pencarian di sekitar wilayah lintasannya,” kata Putu.


Putu menyatakan pihaknya tidak pernah menerima permintaan izin melintas dari pesawat ataupun kapal asing yang ingin melintasi wilayah udara dan perairan Indonesia. “Kami juga sudah berkoordinasi dengan Pangkalan Utama TNI AL Makassar, dan sejauh ini tidak ada izin melintas dari pesawat atau kapal asing,” kata Putu.


Dua pesawat Sukhoi yang dikunci, termasuk di antara tiga pesawat baru yang diserahkan pemerintah Rusia pada Senin 2 Februari 2009. Penyerahan Sukhoi SU-30MK2 dilakukan di depan gedung Galaktika, Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar. Indonesia saat ini telah mengoperasikan tujuh unit pesawat tempur Sukhoi, empat di antaranya dioperasikan di Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin.


Tak terdeteksi
Komando Sektor Pertahanan Nasional menyatakan tidak mendeteksi adanya pesawat tempur asing di sekitar dua pesawat baru tersebut. Padahal radar tersebut beroperasi 24 jam untuk memantau pesawat terbang asing yang melintas di Indonesia Timur.


“Tidak terdeteksi adanya pesawat tempur asing atau pesawat asing yang lainnya,” kata Kadispen TNI AU Marsma Chaeruddin, kemarin. Namun, untuk memastikan, TNI AU pun mengirim pesawat Boeing. “Tapi tidak ada pesawat asing,” katanya.


Menurut Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) VI Laksamana Pertama Ignatius Dadiek Suroto, dalam dua hari terakhir tidak menerima laporan atau izin melintasnya kapal asing. “Hari ini tidak ada pemberitahuan. Kemarin juga tidak ada. Sebab, jika ada pesawat yang melintas di Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki) tidak masalah,” kata Ignatius, kemarin.


Namun, jika ada pihak yang mengunci kedua Sukhoi tersebut, kemungkinannya berada di Alki II yang meliputi wilayah selatan, yaitu selat Lombok, ke utara melewati selat Makassar, hingga laut Sulawesi dan terus ke arah laut bebas.


Ignatius menjelaskan jika ada pesawat asing yang melintas di Alki, aturannya tidak boleh berhenti dan mengaktifkan alat apapun. Apalagi peralatan perang.


“Jika ada pesawat, KRI Untung Suropati yang sedang berada di perairan Sulawesi melaporkan tidak ada kapal asing yang melintas berdasarkan radar. Berdasarkan aturan, kalau ada kapal selam asing, kapal itu harus muncul di permukaan,” jelas Ignatius.


Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Subandriyo mengaku belum mendengar kabar ada pesawat Sukhoi TNI AU yang hendak ditembak pesawat asing di langit Makassar.


“Saya belum tahu itu. Belum terima laporannya,” katanya usai menghadiri acara kebesaran menerima kunjungan kenegaraan PM Thailand Abhisit Vejjajiva di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Namun Subandriyo hanya menjelaskan di sana hanya latihan biasa. “Tidak ada latihan peluncuran misil,” katanya.


Hal serupa diutarakan Kapuspen Mabes TNI Marsekal Muda Sagoem Tamboen. Dia mengaku belum mendapat laporan soal peristiwa itu. Tapi apabila informasi tersebut datangnya dari Danlanud Makassar Marsma Ida Bagus Putu Dunia, maka informasi itu sudah pasti aktual.


“Sudah pasti aktual karena dia yang berada di lapangan,” tegasnya.


Kendati begitu, Sagom menyatakan bahwa kesimpulan penyebab alarm pengunci Sukhoi menyala harus menunggu laporan hasil analisa para staf di lapangan. “Terlalu dini menyimpulkan pesawat dikunci pesawat musuh,” kata Sagom.


Demikian juga dengan dugaan bahwa ada kerusakan dalam sistem pesawat. Menurut Sagom, analisa itu juga terlalu dini. “Itu pesawat baru. Dua pesawat itu konon terbang bersama-sama. Kalau rusak, tidak mungkin (alarm missile lock berbunyi) bersamaan,”tambah dia.


Apapun penyebab pesawat terkunci misil, menurut Sagom, kita patut bersyukur. “Entah penyebabnya dikunci musuh atau kerusakan sistem, dua pilot bisa kembali dengan selamat ke base,”ujarnya.


Dia menambahkan, kemungkinan kedua pesawat itu rusak. Kini dua pesawat tersebut sedang diperiksa oleh teknisi dari Rusia. “Sekarang dalam perbaikan,” ujarnya.


Pernah terjadi
Enam tahun lalu, persisnya pada 4 Juli 2003, dua pesawat tempur F-16 Indonesia juga mengalami penguncian (lock on) dan hampir ditembak jatuh oleh lima pesawat tempur F-18 Amerika Serikat (AS) di sekitar Pulau Bawean. Ketika itu, F-16 Indonesia hendak mengidentifikasi pesawat AS tersebut.

Pesawat tempur AS tersebut berasal dari sebuah kapal induk USS Carl Vinson milik US NAVY (Angkatan Laut AS).


Seandainya ketika itu tidak terjadi komunikasi antara pilot tempur Indonesia dengan pilot tempur AS, bahwa F-16 bukan musuh, besar kemungkinan pesawat Indonesia telah menjadi sasaran tembak, karena tak mungkin bisa meloloskan diri dari lock on.


Setelah itu, dua pesawat F-16 kita yang diawaki oleh Kapten Ian dan Kapten Fajar serta Kapten Tonny dan Kapten Satryo, meninggalkan posisi mereka. Akhirnya, dua pesawat F-16 yang dilengkapi oleh rudal AIM-9 P4 kembali mendarat di pangkalan udara Iswahyudi.


Sistem pertahanan udara Indonesia sudah jelas kalah jauh dibandingkan AS. Bahkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura pun, Indonesia bukan apa-apa. Malaysia telah memiliki pesawat tempur F/A-18 Hornet, MiG-29 Fulcrum, dan Su-27 Flanker. Sementara Si ngapura memiliki F-16 C/D Fighting Falcon dan pesawat intai Predator.(persda network/ewa/tribun timur/kompas.com/edy)


tribunbatam.co.id