Kamis, 21 Agustus 2008

Alat Pengering Surya, Solusi Pascapanen di Musim Hujan



Musim penghujan selalu menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para petani saat memasuki pascapanen. Hujan yang turun dan menghilangnya sinar matahari membuat petani tak bisa mengeringkan hasil panennya. Diperkirakan, akibat kesulitan memperoleh sinar matahari, hampir 30 persen hasil panen hilang alias terbuang percuma.

Kekhawatiran petani juga memicu kegelisahan siejumlah peneliti di Universitas Darma Persada (Unsada). Kegelisahan ini kemudian melahirkan ide untuk menemukan dan mengembangkan alat pengering surya. Tak hanya satu, tim peneliti dari Unsada itu mengembangkan lima tipe alat pengering.

''Prinsip kerjanya sederhana, yaitu dari panas yang dihasilkan solar thermal digunakan untuk mengeringkan berbagai komoditas. Alat ini bisa digunakan tak hanya di waktu siang, tapi juga bisa digunakan saat mendung atau di malam hari,'' ujar Kepala Pusat Penelitian Unsada, Irna Nirwana Djajadiningrat, saat berkunjung ke Republika, Rabu (2/7).

Menurut Irna, secara prinsip alat pengering surya itu bekerja dengan menangkap sinar matahari. Sinar matahari diserap di struktur transparan yang berbahan plastik atau polikarbonat yang berlapis-lapis.

''Energi yang dihasilkan dari sinar matahari itu dikombinasikan dengan biomassa atau angin sebagai bahan bakar,'' jelasnya.

Lebih jauh Irna menyatakan, lima tipe alat pengering surya tersebut adalah pengering ERK tipe Bak (untuk mengeringkan biji kopi, padi, dan jagung); pengering Tipe Venturi (mengeringkan tanaman jamu, rumput laut, dan ikan tembang); pengering tipe Lorong (mengeringkan beras, kopi, cokelat, ikan, dan rumput laut); pengering tipe Resirkulasi (mengeringkan gabah, jagung, dan kopi); dan pengering tipe ERK Bunker (mengeringkan gabah). ''Tiga alat yang disebut pertama itu sudah dipatenkan,'' cetusnya.

Adapun durasi pengeringan dari masing-masing tipe alat pengering, kata Irna, tergantung jenis produk yang dikeringkan. Rata-rata antara 3,5 hingga 100 jam dengan suhu pengeringan mencapai 40 hingga 50 derajat celcius. ''Kapasitasnya juga bisa diatur, semakin besar alat pengeringnya kapasitas jenis produk juga semakin besar,'' tegasnya.

Irna menambahkan, pembuatan teknologi ini juga didukung oleh Rektor Unsada, Prof Dr Kamaruddin Abdullah, IPU yang juga ahli thermal. Tim dari Unsada ini juga mendapat dukungan dana dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan pemerintah Jepang . ''Mahasiswa juga ikut dilibatkan jika ingin mengambil data buat bahan skripsi,'' ungkapnya.

Irna mengakui alat pengering surya ini belum diproduksi secara massal. Namun, ia menjamin beberapa industri telah melirik alat tersebut. ''Kami memang masih terus mencari investor,'' tegasnya.

Di sisi lain, Irna mengungkapkan, keberadaan alat tersebut menjadi embrio bagi keberadaan unit ekonomi khusus di desa mandiri E3. Unsada, lanjut dia, saat ini memang sedang mengembangkan konsep desa mandiri E3 yang merupakan perpaduan antara kemandirian masyarakat desa dan pemanfaatan sumber energi terbarukan.

Harapan dari penemuan alat ini, kata Irna, adalah agar mendorong masyarakat, terutama petani, membentuk unit ekonomi yang lebih profesional, yakni UPSK (Unit Pengolahan Skala Kecil) yang dapat menampung tenaga kerja sekaligus sumber ekonomi baru bagi kelompok tani.

Hingga saat ini, ujar Irna, pihaknya masih terus mengembangkan sejumlah penelitian dasar alat/mesin pengering berbasis energi baru dan terbarukan. Pengembangan dilakukan melalui kerja sama Jurusan Teknik Mesin dan Teknik Elektro yang langsung di bawah pengawasan Dekan Fakultas Teknik, Ir Eri Suherman, MT, dengan koordinator utama Rektor Unsada, Prof Dr Kamaruddin Abdullah.

Tak hanya itu, kata Irna, melalui kerja sama dengan instansi-instansi pemerintah terkait, Unsada juga tak hanya merintis penerapan teknologi bersih solar thermal, atau pemanasan dari sinar matahari untuk kegiatan pengeringan, tapi juga untuk pendinginan hasil agrobisnis.

Berbagai upaya mengenalkan masyarakat pedesaan terhadap teknologi solar thermal untuk pengeringan telah dilakukan Unsada di beberapa wilayah, di antaranya Sumatra Utara, Lampung, Jambi, Ciamis, Cimahi, dan Sukabumi.( eye/yto Foto: Republika)

sumber:republika.co.id

Tidak ada komentar: