Kamis, 05 Februari 2009

Indarung I, Masa Depan yang Kesepian




Slinder berdiameter 2 meter dengan panjang belasan meter dari waja itu, membisu. Rumput liar mulai merambat. Di sini, sejarah sedang berhenti dan terpaku melihat ‘adik-adiknya’ bekerja dengan tekun. Itulah Pabrik Indarung I yang dibangun 1908 dan beroperasi dua tahun kemudian.
Kemarin Singgalang masuk ke lokasi pabrik tua yang sudah berhenti beroperasi sejak 1999 itu. Cerobongnya mulai keropos dan akar memanjatnya dengan leluasa. Jika Jam Gadang, maskot Bukittinggi dibangun 1926, maka cerobong itu jauh lebih tua dari jam ternama tersebut. Juga lebih tinggi. Tapi, cerobong-cerobong yang menjalang tersebut benar-benar sedang kesepian. Ia seolah ditinggalkan dalam gebalau pabrik-pabrik lain yang kian canggih.


Lantainya lembab, sementara roda-roda pabrik terpaku kuat, seperti memegang waktu. Di sini, doeloe tuan-tuan Belanda pernah berlalu-lalang. Tapi mereka telah lama pergi membawa apa yang patut mereka bawa.
Sebentar lagi, PT Semen Padang berusia 100 tahun. Banyak yang telah terjadi. Rasa nasionalisme, semangat membangun yang tinggi, usaha mempertahankan dari rampasan asing dan kapitalisme yang suka merenggutkan roti dari mulut orang lain. Semua sukses.
Hari ini, perusahaan itu berlayar di laut yang tenang, setelah nakhoda-nakhoda terdahulu berjibaku membelah laut persaingan.
“Heritage factory!” (pabrik warisan) teriak Andri Mudanton, teman lama, yang berada di Indarung I, berteriak. Ia benar.
Andri sedang berusaha bersama manajemen perusahaan itu untuk menjadikan pabrik Indarung I, menjadi sebuah museum apa adanya. Sebuah seni terbentang dalam imajinasi untuk pabrik yang sesungguhnya masih kokoh itu.


‘Jika dua tahun lagi dibiarkan begini, maka Indarung I akan hancur,” kata dia.
Dirut PT Semen Padang, Endang Irzal kepada Singgalang, kemarin menyatakan, dalam menyongsong 100 tahun PT Semen Padang, salah satu program yang akan di launching adalah menjadikan Pabrik Indarung I menjadi in plant architecture. Dalam bahasa populer, program ini dinamakan transform menjadi heritage factory untuk ruang publik.
Program ini, kata Endang, dicanangkan untuk sunguh-sunguh dimulai pada 18 Maret 2009 dan ditargetkan rampung pada 18 Maret 2010 yang bertepatan dengan 100 tahun Pabrik Indarung I PT Semen Padang.
Katanya, program ini untuk menghidupkan kembali ‘situs’ pabrik tertua di Asia Tenggara itu. Meski sudah bersemak-berbelukar, tapi hampir semua elemen penting pabrik Indarung I tersebut masih ada dan utuh.
Endang yakin Indarung I akan jadi ruang hidup pada 2010, sebuah ruang yang bisa bercakap-cakap dengan masa lalu dan berbagi dengan masa depan. Sehingga, kelak ia bukan lagi ‘masa depan yang kesepian’, tapi masa depan yang indah.


Belanda
Adalah EH Nizar Datuak Kayo, ketika menjadi direktur utama di perusahaan itu, yang membawa foto-foto masa awal pabrik itu dari Belanda ke Indarung. Foto-foto itu kemudian memperkenalkan para karyawan akan masa lalu. Kemudian ada buku sejarah yang seleai dicetak, tapi tak sempat diedarkan, entah karena apa.
Karena itu, Semen Padang akan menulis lagi 100 tahun sejarahnya. Berbarengan dengan itu, digaraplah Indarung I sebagai sebuah museum.
Kelak, kliner, roda mesin, tub mill, ketel slinder, bak, besi-besi waja, puntu gerbang yang kukuh dan entah apalagi, akan menjadi sebuah peninggalan yang berharga.
Sejarah tentang Semen Padang memang banyak tersmpan di Belanda. Pada awalnya kantor pusatnya saja di Amsterdam Belanda. Pada 1913, logo perusahaan diganti dengan kerbau, kemudian bergser-geser menjadi kepala kerbau. Sebuah identitas yang jelas tentang Minangkabau.
Tapi sayang, tak ada lagi lori. Padahal lori telah jadi pantun dan lagu anak nagari. Pada tahun 1950 saja, setidaknya 320 lori kecil yang berjalan-jalan di atas kawat membawa semen dari pabrik ke lokasi pemuatan.
Lori telah dimakan waktu, terkubur bersama kenangan. Banyak hal memang terkubur di Indarung. (Laporan Khairul Jasmi)

hariansinggalang.co.id

Tidak ada komentar: