Senin, 16 Februari 2009

Malaysia Akui Adanya WNI Masuk Azkar


Jakarta,TRIBUN- Menteri Kemajuan Luar Bandar dan Wilayah Kerajaan Malaysia Tan Sri Dato' Seri Muhammad bin Muhammad Taib mengakui adanya warga Indonesia yang menjadi anggota Azkar Wathaniyah di Malaysia pada 2008. Dalam seminar Masalah Pembangunan di Perbatasan, yang diadakan di kantor LIPI Jakarta, Senin (16/2) Muhammad bin Muhammad Taib mengatakan, Azkar Wathaniyah, suatu organisasi di bawah pemerintah Malaysia tersebut bukan suatu laskar untuk berperang.

"Itu untuk jaga-jaga kampung saja," katanya mengelak.

Dalam pembukaan seminar tersebut, Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI Lukman Edy mengatakan, fenomena kemiskinan di daerah perbatasan sangat rawan, termasuk kerawanan menyangkut nasionalisme.

"Dengan iming-iming perbaikan kesejahteraan oleh pihak asing, tidak sedikit anak bangsa yang kemudian terbeli. Fenomena masuknya beberapa WNI menjadi anggota Azkar Wathaniyah tahun 2008 lalu menjadi bukti konkret dari tantangan kebangsaan ini," katanya.

Di perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan, ia mencontohkan, kondisi masyarakat jauh tertinggal dan memprihatinkan, di mana GDP WNI di perbatasan Indonesia-Malaysia diperkirakan hanya 300 dolar AS sedangkan warga negara Malaysia memiliki GDP antara 4.000-7.000 dolar AS.

Dari sisi pendapatan, ujar Lukman Edi, terlihat rata-rata pendapatan per kapita (RPP) wilayah perbatasan itu jauh di bawah RPP nasional Indonesia.

Secara fisik, lanjut dia, Malaysia juga telah memuluskan jalan hampir sepanjang perbatasan yaitu 2.100 km, sementara Indonesia membangun jalan secara terputus-putus dengan total 540 km saja, itupun dari titik perbatasan menuju ke selatan, bukan sepanjang perbatasan.

Ia juga mencontohkan wilayah perbatasan antara Kabupaten Belu, NTT dan Timor Leste memiliki RPP hanya Rp1,16 juta atau hanya sepersepuluh RPP nasional.

Jumlah warga miskin pun mencapai 60.546 kepala leluarga (KK) atau 80 persen dari jumlah total KK yang ada, ujarnya.

Ia menambahkan, dari 457 kabupaten di Indonesia, 199 di antaranya merupakan daerah tertinggal, 26 daerah tertinggal tersebut berada di daerah perbatasan.

Persoalan lainnya di perbatasan yang menonjol adalah tingginya potensi gangguan keamanan disebabkan ketidakjelasan batas negara yang memicu klaim sepihak, juga maraknya penyelundupan akibat keterdesakan akan kebutuhan ekonomi yang akut. (ant)


tribunbatam.co.id

Tidak ada komentar: