Selasa, 10 Maret 2009

Memetik Hikmah Maulid


Oleh Edy Supriatna Sjafei



Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW memang bukan hari besar Islam jika mengacu pada pandangan Al Quran dan Hadis. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri tak menganjurkan hari kelahirannya diperingati.

Karena itu tak perlu heran, di tempat kelahiran Rasullah, Makkah, tak bakal dijumpai warga setempat memperingati hal tersebut. Bahkan kawasan Maulid Nabi, di samping Masjidil Haram, Mekkah, rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, tak bakal terlihat warga Muslim secara khusus memanjatkan doa. “Jika itu terjadi, pasti akan diusir ‘askar’ (polisi, setempat),” kata seorang ustaz Hasyim Ghozali di Jakarta.

Tetapi, merujuk pada sejarah, di era kekhalifaan pernah diadakan peringatan kelahiran Nabi , walau data pendukungnya sedikit.

Namun, seseorang yang diberi hidayah Allah sebagai penerang dengan membawa ajaran hinggan akhir zaman seperti Nabi Muhammad SAW, sudah layak hari kelahirannya diperingati.

Tepat 12 Rabi-Al-Awwal 1442H pada penanggalan Islam (Hijriah), Nabi Muhammad SAW lahir.

Di Indonesia, juga di beberapa negara tetangga lainnya, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, peringatan Nabi Muhammad SAW tersebut dikenal sebagai Maulid Nabi.

Esensinya berbagai macam peringatan hari besar, seperti Hari Kemerdekaan, termasuk hari ulang tahun perusahaan tempat bekerja dimaksudkan untuk direnungi untuk diambil hikmah dan sari teladannya.

Seluruh renungan itu tidak termasuk kategori haram. Sebab, dengan merenung dan mengevaluasi, manusia diharapkan akan ingat. Ingat akan kebesaran-Nya. Dan bagi orang yang ingat, tentu harus yakin, akan diberikan penerang dan hidayah oleh Allah. Dengan cara itu, manusia akan mensyukuri pemberian Allah. Dan, jika umat Islam pandai mensyukuri pemberian-Nya, maka akan memperoleh ganjaran berlipat ganda.

“Kita harus dapat meneladani dan menyikapi hidup berdasarkan apa yang diajarkan dan dicontohkan Sang Nabi Kekasih Allah Swt,” imbau KH Muchtar Ilyas, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Pembinaan Syariah.

Di beberapa daerah di Tanah Air, kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW seperti di kota Serang diisi antara lain, mulai dari seminar, ceramah dan doa bersama, khitan massal, dzikir sampai pembuatan festival “panjang mulud”.

Bahkan di Pangkalpinang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW diperluas menjadi “Festival Maulid Nusantara”.

Sebanyak 11 provinsi ambil bagian memeriahkan Festival Maulid Nusantara di Provinsi Bangka Belitung (Babel) yang digelar pada 9 hingga 15 Maret 2009.

“Ada 11 provinsi yang akan ikut memeriahkan Festival Maulid Nusantara ini, sekarang kami sedang melakukan konfirmasi ke provinsi tersebut untuk memastikannya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Babel, Yang Megawandi, di Pangkalpinang, Jumat.

Provinsi yang sudah dipastikan ikut memeriahkan Festival Maulid Nusantara ke-4 adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah,Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan Timur.

Festival Maulid Nusantara adalah bagian upaya mensiarkan agama Islam “Negeri Serumpun Sebalai” ini dengan meneladani kepemimpinan Nabi Muhammad SAW untuk menuju kejayaan Islam, kata Yang Megawandi.

Festival Maulid Nusantara yang berlangsung di Kompleks Perkantoran Gubernur Babel itu dimeriahkan oleh berbagai kegiatan yang bernuansa Islami seperti pameran, kesenian dan sejumlah perlombaan.

Tradisi umat Islam seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk senantiasa melaksanakan kegiatan peringatan Maulid Nabi SAW, tidak bisa dikatakan “masyru” (disyariatkan), juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi agama.

Yang penting, menurut Muchtar Ilyas, aktivitas itu harus dimaknai dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu. Hal itu berkaitan dengan diutusnya Muhammad SAW sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja bisa mendapatkan semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu pula akan mendapat pahala.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, secara seremonial sebagaimana tiap tahun dirayakan, dimulai oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi. Shalahuddin adalah sponsornya peringat Maulid yang kemudian menyebar ke berbagai negara. Ia adalah komandan perang islam dalam Perang Salib yang berhasil merebut Jerusalem dari orang Kristen. Akhirnya, setelah terbukti bahwa kegiatan ini mampu membawa umat Islam untuk selalu ingat kepada Nabi Muhammad SAW, menambah ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah-wilayah Islam, termasuk Indonesia.

Namun Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Pembinaan Syariah itu mengingatkan agar hati-hati memaknai semangat perang ketika itu. “Sekarang sudah zaman kemerdekaan. Jadi, kita ambil semangat ketaqwaannya. Bukan semangat perangnya,” kata Muchtar mengingatkan.

Dalam kondisi negara damai, seperti Indonesia yang tengah menghadapi Pemilu, menurut dia, kesatuan dan persatuan umat Islam amat penting. Saling menghormati sesama Muslim adalah wajib hukumnya. “Sesama Muslim adalah saudara,” katanya mengingatkan lagi.

Adanya perbedaan, yang disebut bidah terkait pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW, harus bukan dijadikan bahan perpecahan. Berbeda pendapat, beda pilihan (dalam Pemilu) hendaknya harus dimaknai sebagai rahmat.

Terkait dengan pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW, seorang ustaz, M. Luthfi Thomafi, dalam sebuah laman, mengingatkan
bahwa esensi dari suatu kegiatan itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW : “Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala dan (juga mendapatkan) pahala orang yang turut melakukannya” (Muslim dll).

Makna ‘aktivitas yang baik’ - secara sederhananya - adalah aktivitas yang menjadikan umat Muslim bertambah iman kepada Allah SWT dan Nabi-nabi-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW, dan lain-lainnya. ***3***



(T.E001/B/M020/M0

hariansinggalang.co.id
selasa, 10 maret 2009

Tidak ada komentar: