Selasa, 14 April 2009

Caleg Stress Bermunculan di Batam


BATAM, TRIBUN- Prediksi sejumlah kalangan akan bermunculan calon legislatif (caleg) stress karena gagal meraup suara yang dibutuhkan untuk lolos menjadi anggota legislatif pasca Pemilu 9 April 2009 ternyata bukan isapan jempol belaka. Sudah ada puluhan caleg dari total jumlah caleg secara nasional 1,5 juta lebih yang diindikasi mengalami stress berat atau depresi di berbagai daerah, tak terkecuali Provinsi Kepri.


Misalnya di Batam, ada sejumlah caleg sejak Jumat lalu sampai Sabtu lalu terlihat datang Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB) guna berkonsultasi ke dokter saraf. Hal itu dibenarkan seorang staf RSOB yang tidak mau ditulis namanya, Sabtu (11/4). "Saya tidak tahu nama caleg tersebut apalagi partainya, yang pasti ada tiga orang caleg ke sini. Semuanya ke bagian saraf untuk konsultasi," ujarnya.


Sambil berjalan menuju ruang perawatan pihaknya meyakinkan kepada wartawan bahwa yang datang ke bagian saraf itu adalah caleg yang gagal. Karena dia mengenal wajahnya dari baliho yang dipajang jalan-jalan besar. "Saya lihat dan kenal dari balihonya. Soalnya banyak dipajang di jalan-jalan. Baliho-nya kan besar, jadi jelas betul wajahnya," kata staf RSOB itu.


Hal itu juga dibenarkan Humas RSOB Dr Wawan yang dtemui di RSOB, Sabtu (11/4). Wawan juga mengaku tidak tahu persis siapa nama caleg yang telah berkonsultasi ke bagian saraf itu.


"Kalau untuk laporan resmi sampai saat ini saya belum terima. Tapi informasi yang beredar di RSOB memang benar. Untuk nama dan partainya saya belum tahu," ujarnya.
Bukan rahasia lagi untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota dibutuhkan waktu, tenaga dan uang yang cukup banyak dan besar.Mereka yang merasa optimis menang tak segan-segan mengeluarkan habis-habisan untuk keperluan sosialisasi, kampanye, tim sukses.


Sebagai ilustrasi seperti disampaikan Maman (bukan sebenarnya), caleg sebuah partai di kawasan Jakarta selatan untuk menjadi calon anggota DPRD Kabupaten/Kota
sedikitnya seseorang harus mengeluarkan uang sampai Rp50 juta. Dan jika ingin jadi, harus mengeluarkan uang sedikitnya Rp300 juta. Tapi dengan sistem suara terbanyak, itupun belum jaminan. Sehingga ketika ternyata perolehan suaranya jeblok, potensi untuk terkena stress besar.



Dua caleg meninggal

Di Garut, Jabar, dua caleg yang kalah dari parpol berbeda tampak marah sambil berteriak menghujat tim suksesnya, Jumat (10/4). Keduanya diindikasikan telah menebar uang sebelum pemungutan suara. Namun setelah dilakukan penghitungan suara, hasil sementaranya kalah telak. Selain itu, ada seorang caleg perempuan di Garut, yang mendadak meninggal dunia setelah mengetahui hasil perolehan suara kalah telak.


Nasib naas juga dialami Putu Lilik Heliawati (42), caleg Partai Hanura untuk DPRD Buleleng. Lilik dikabarkan meninggal Kamis malam, 9 April. Sebelum meninggal, Lilik sempat memantau sejumlah TPS. Namun pukul 22.00 Wita, caleg ini tiba-tiba pingsan setelah menerima telpon dari tim suksesnya. Saat tiba di RSUD Singaraja pukul 23.00 Wita, nyawa Lilik tidak tertolong. "Kata dokter, dia meninggal akibat serangan jantung. Kemungkinan karena mendengar hasil penghitungan suara," kata Ketua Partai Hanura DPD Bali Gede Ngurah Wididana.


Caleg stresss pasca pileg juga disampaikan Syarifuddin Punna, Ketua Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan. Tiga kawannya kini menunjukkan tanda-tanda itu.


Dia berkisah, dua hari setelah pencontrengan, dia mulai menerima keluhan dan curahan hati dari calegnya di Makassar yang tak memperoleh suara sesuai yang dibutuhkan. "Sudah banyak caleg saya yang mulai menunjukkan gejala kurang waras. Mereka sering merenung sendiri, dan berdiri di pinggir jalan seperti orang linglung," papar Syarifuddin di Makassar, seperti dikutip kompas.com Sabtu (11/4).
Ia mengkhawatirkan calegnya yang tidak bisa menerima kenyataan akan kekalahannya, bisa gila dan stress. Pasalnya, mereka sudah mengeluarkan uang puluhan sampai ratusan juta untuk sosialisasi. Di Sulsel, caleg PPDI tercatat 300 orang.


Jauh sebelum hari penyentangan, mereka sudah hitung-hitungan akan memperoleh suara banyak. Tapi ternyata suara yang diperoleh tidak sesuai harapan. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan mental para caleg.


Syarifuddin tak tinggal diam melihat fenomena ini. Dia mengajak seluruh caleg PPDI Sulawesi Selatan yang gagal untuk berkumpul, bergembira, dan bercanda bersama. Sabtu (11/4) malam, acara itu berlangsung dengan mengundang ustad untuk memberi pencerahan. "Kita memberikan dorongan dan memperkokoh keimanan para caleg, baik internal maupun eksternal. Jangan sampai caleg jadi stress," ujarnya.


Lain di Makassar, lain pula di Semarang. Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah dr Amino Gondohutomo kini bersiap serius menerima calon pasien baru: para caleg gagal yang depresi. Mereka pun menambah kapasitas ruang VIP, dari semula 12 tempat tidur jadi 26.

"Namun,penambahan kapasitas ruang VIP tersebut tidak berkaitan langsung dengan adanya isu akan adanya caleg yang depresi akibat kalah. Penambahan ini sudah dilakukan sejak sekitar Januari 2009," kata dr Suprihartini, Wakil Direktur Pelayanan Medik RSJD itu.


Sementara RSJ Menur Surabaya menyediakan mobil khusus untuk menjemput pasien sakit jiwa, termasuk korban pemilihan umum legislatif. "Ada satu (mobil), juga untuk caleg stress," kata Direktur RSJ Menur, Hendro Riyanto, Minggu (12/4).


Dia mengatakan sistem pemilihan umum periode ini terhitung lebih berat dari sebelumnya. Dengan penentuan suara terbanyak, persaingan antarcalon legislatif lebih ketat. Sehingga tingkat tekanan psikologis mereka lebih tinggi dan kian berpotensi mengakibatkan gangguan kejiwaan. Terhitung sejak hari H pemungutan suara, 9 April lalu, 4 pasien sakit jiwa baru masuk dan dirawat di RSJ Menur.


Iwan Dwi Laksono, seorang caleg untuk DPR pusat dari daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo, mengatakan tidak hanya calon legislatif yang gagal terpilih saja yang berpotensi mengidap gangguan jiwa akibat pemilihan umum. Anggota lembaga penyelenggara Pemilu juga berpotensi mendapat tekanan yang cukup keras dalam pemilihan ini. "Anggota KPU lebih banyak stress, karena Pemilu amburadul," tuding dia.


Belum tuntasnya penyusunan Daftar Pemilihan Tetap hingga masa pemungutan atau banyaknya surat suara yang tertukar, merupakan beban kerja berat yang harus ditanggung oleh anggota Komisi Pemilihan Umum. Masalah ini, kata Iwan, sangat memungkinkan membawa beban psikologis yang lebih berat daripada yang dialami para caleg. (bur/ant/kps)


tribunbatam.co.id
senin, 13 april 2009

Tidak ada komentar: